Peran Media Massa dalam Pembentukan Realitas Sosial - NesiaNet

Peran Media Massa dalam Pembentukan Realitas Sosial

Peran Media Massa dalam Pembentukan Realitas Sosial
(Unduh PDF)

1
PERAN MEDIA MASSA DALAM PEMBENTUKAN REALITAS SOSIAL
Humaedi Suhada (L1B016032)
hadacircle@gmail.com
Universitas Mataram
Abstrak
Akibat dari proses-proses pembentukan realitas sosial atau disebut juga konstruksi sosial adalah
berkaitan dengan pengetahuan publik menyangkut suatu persoalan dalam kehidupan sosial yang
merupakan bagian dari aspek ontologis. Konstruksi realitas menghasilkan pengetahuan yang kualitas
dan kevalidannya ditentukan oleh aspek epistemologis yaitu metode dan cara media dalam
mengumpulkan informasi. Oleh karena itu, banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan realitas
sosial untuk disiarkan oleh media setelah sebelumnya diolah berdasarkan informasi-informasi yang
dikumpulkan yang menjadikan tema peran media massa dalam pembentukan realitas sosial ini
menimbulkan banyak pendapat dan sudut pandang.
Kata kunci: media, media massa, konstruksi sosial, realitas media, realitas sosial.
Pendahuluan
Realitas secara bahasa berasal dari kata res dalam bahasa latin yang dapat diterjemahkan
menjadi “benda” kemudian berubah bentuk menjadi realis yang berarti sesuatu yang membenda, aktual
atau mempunyai wujud. Maka disimpulkan sebagai semua hal yang benar adanya dan dapat dibuktikan
keberadaannya. Sedangkan menurut Berger dan Luckman (dalam Arintowati 2002:42) disebutkan
bahwa realitas atau kenyataan itu ialah suatu kualitas yang terdapat dalam fenomena-fenomena atau
gejala-gejala yang dapat diakui keberadaannya oleh manusia.
Pembentukan realitas sosial ialah proses dialektika yang mana manusia berperan sebagai
pembuat sekaligus sebagai hasil atau keluaran dari kehidupan sosial mereka. Proses tersebut muncul
karena akibat dari kemampuan manusia untuk mengeksternalisasi dan mengobyektivikasi maknamakna yang subjektif serta tindakan dan pengalaman-pengalaman yang diketahui dan dialami ke dalam
dirinya. Melalui hal tersebut manusia secara terus-menerus mengkonstruksi realitas sosial dan keluaran
subyektif bersamaan dengan proses mendapat pengalaman faktual yang objektif.
Berger dan Luckmann (dalam Samuel 1993:8) menyebutkan bahwa realitas sosial bersifat
eksternal, general dan memaksa serta merupakan fakta objektif yang diterima oleh diri individu.
Sedangkan pengetahuan ialah hasil internalisasi masing-masing individu atau kumpulan realitas yang
hadir dalam diri individu yang menjadikannya bersifat subjektif. Terdapat hubungan yang sangat dekat
antara realitas dan pengetahuan. Dalam masyarakat contohnya, kumpulan pengetahuan yang terusmenerus diproduksi dan disiarkan berpotensi besar untuk menjadi realitas sosial, karena bagian terbesar



pembentuk realitas sosial dalam masyarakat adalah pengaruh dari pengalaman-pengalaman sosial dan
intelektual setiap individu terkait orientasi pada lingkungan sosial tertentu.
Berger dan Luckmann (dalam Samuel 1993:8) merumuskan tiga konsep dasar mengenai
hubungan timbal balik antara realitas sosial yang bersifat objektif dengan pengetahuan yang bersifat
subjektif, yaitu:
1. Realitas dalam Kehidupan Sehari-hari
Berkaitan dengan bagaimana pengalaman subjektif individu mengenai kehidupan yang
dijalaninya sehari-hari.
2
2. Interaksi Sosial dalam Kehidupan Sehari-hari
Bahwa realitas sosial sangat dipengaruhi oleh interaksi sosial individu dengan individu
lainnya
3. Bahasa dan Pengetahuan dalam Kehidupan Sehari-hari
Bahwa realitas sosial terbentuk dari pengaruh diri individu, pengaruh interaksi individu
dengan individu lain, pengaruh interaksi individu dengan struktur sosial, dan pengaruh
interaksi individu dengan budaya.
Berkaitan dengan konsep-konsep tersebut, Hanna Adoni dan Sherill Mane menyatakan bahwa
setiap penelitian tentang pembentukan realitas sosial dapat diklasifikasikan dan difokuskan pada
hubungan masyarakat dengan kebudayaan dan efek atau pengaruh media dalam membentuk realitas
sosial.
Peran Media Massa dan Jurnalis dalam Pembentukan Realitas Sosial
Media berperan sebagai pembentuk makna, hal tersebut menurut Walter Lippmann. Penafsiran
media massa terhadap kejadian-kejadian bisa merubah atau mengarahkan penafsiran seseorang tentang
sebuah realitas tertentu. Realitas yang dibentuk oleh media merupakan realitas simbolik karena realitas
yang asli sebenarnya tidak bisa dijangkau (untouchable). Kemampuan media dalam menciptakan
realitas pada diri khalayak kemudian dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan diantaranya untuk
membentuk opini publik dengan cara memproduksi propaganda, promosi, dan menjalin hubungan
dengan khalayak (public relations) (Hamad 2001:1).
Konstruksi realitas ialah usaha mengkonseptualisasi atau menceritakan kembali sebuah
keadaan atau objek agar bisa diterima sebagai sebuah kebenaran dan diyakini oleh sasarannya. Proses
konstruksi realitas menghasilkan konten berupa isi pesan yang kemudian akan disebarluaskan. Media
massa menyebarkan pesan atau isi media yang merupakan realitas yang telah dikonstruksikan tersebut.
Berita di media massa merupakan hasil konstruksi realitas yang berbentuk cerita atau wacana yang
bermakna. Maka pekerjaan dari jurnalis adalah untuk mendesain konstruksi realitas, mereka
menciptakan gambaran realitas dari apa yang sebenarnya terjadi.
Dennis McQuail menyusun 6 fungsi mediasi media massa (McQuail 1994: 65-66 dalam Hamad
2001), berikut:
1. Sebagai jendela, yang menyajikan informasi apa adanya dari seluruh tempat dan seluruh
bagian dari kehidupan.
2. Sebagai cermin, yang membentuk sebuah isi pesan yang dapat menggambarkan peristiwaperistiwa yang terjadi, karena terdapat proses pembentukan maka realitas aslinya menjadi
berubah tergantung sudut pandang pembuat berita namun realitas media dan realitas asli
atau sosial disini tidak jauh berbeda.
3. Sebagai filter atau gatekeeper yang berperan untuk memilih hal apa yang patut dan menarik
untuk diinformasikan dan bagaimana informasi tersebut akan dikemas, dalam hal ini
realitas media menjadi semakin jauh dari realitas sosial karena ada informasi yang
dihilangkan karena dianggap tidak menarik untuk diberitakan.
4. Sebagai forum kesepakatan bersama yang membuat media juga bisa menjadi wadah untuk
diskusi dan mencapai kesepakatan. Realitas yang terjadi dimasyarakat diangkat ke media
dan menjadi bahan perdebatan untuk mencari solusi atau titik temu, bisa juga untuk
meredam konflik yang terjadi di masyarakat. Jika media seimbang dalam menghadirkan 
3
kekuatan dan narasumber pihak yang berseberangan maka hasil diskusi akan diakui dan
mudah diterima namun juga berpotensi sebaliknya, yaitu media mengatur perdebatan agar
mengunggulkan salah satu pihak dari awal maka hasilnya akan jauh dari keadaan yang
palinh mengakomodasi harapan dari semua pihak.
5. Sebagai tabir atau penghalang yang benar-benar bertujuan untuk menjauhkan masyarakat
yang lebih luas dari kenyataan yang sebenarnya terjadi, media dalam hal ini berpikir untuk
membuat realitas baru berdasarkan realitas yang sebenarnya terjadi, bisa dimanfaatkan
sebagai pengalih isu dan sebagainya.
Tidak semua media menyajikan realitas sosial atau informasi yang benar-benar sama dengan
kejadian mengingat banyak faktor yang mempengaruhi perusahaan media untuk mengatur informasi
sedemikian rupa, faktor-faktor tersebut bisa dari dalam atau luar media, salah satu diantaranya adalah
dorongan untuk mencari laba. Bahkan faktor pribadi seorang jurnalis seperti tingkat pendidikan, latar
belakang kekerabatan, agama, gender dan sebagainya juga dianggap mempengaruhi hasil produksi
informasi.
Shoemaker dan Reese membuat sebuah model bernama hierarchy of influence untuk
menjelaskan bagian-bagian dalam sebuah organisasi yang memproduksi informasi kepada massa yang
berpengaruh pada pesan yang dihasilkan. Bagian yang paling mempengaruhi perbedaan media satu
dengan lainnya dalam menginformasikan sebuah realitas adalah tingkatan ideologis bahwa setiap
perusahaan media memiliki ideologi yang berbeda, kemudian tingkatan kedua ialah tingkatan ekstra
media, organisasi, rutinitas media dan tingkatan individual atau pekerja media dalam sebuah organisasi
media massa.
Media Massa dan Pembentukan Realitas Sosial: Sebuah Konstruksi Teoritis
Menurut Tuchman (1978) dalam Hamad 2001: 10, tindakan membuat berita bertujuan untuk
mengkonstruksi realita bukan untuk menggambarkan atau menyajikan kejadian sesungguhnya, oleh
karena itu Ia menyebut bahwa berita dalah konstruksi sosial. Media massa menyajikan kembali realitas
ke publik setelah melalui proses konstruksi sosial. Proses tersebut melalui tahapan menyusun kembali
realitas yang didapat dari peristiwa lalu disusun kembali hingga membentuk wacana.
Konstruksi sosial menjadi berita yang dilakukan oleh media massa diawali dengan
mengumpulkan fakta atau realitas untuk kemudian disusun menjadi sebuah cerita yang bermakna atau
berita yang mana dalam proses ini, hasil penyusunan berita sangat dipengaruhi oleh faktor organisasi
dan pribadi pekerja media massa. Dalam penyusunan berita juga ditentukan oleh aturan teknis, seperti
mempertimbangkan kekomperhensifan berita dengan memuat 5W + 1H. Aturan penggunaan pola
piramida terbalik untuk menyusun berita langsung, dan struktur bidak banteng dalam catur untuk
menyusun berita yang ringan. Kemudian ada pula tekanan dari idealisme dan pragmatisme.
Sebagai pekerja media yang dipengaruhi atau dituntut oleh aturan teknis, idealis, dan pengaruh
pragmatisme maka muncullah teknik-teknik dan alat dalam mengkonstruksi realitas, diantaranya ialah
teknik framing yaitu upaya untuk memilih data yang akan dicantumkan atau ditonjolkan lebih dari data
lain dalam sebuah berita atau bahkan dengan menghilangkan bagian tertentu dari data yang didapat dari
peristiwa. Kemudian yang kedua ialah teknik penggunaan bahasa, media mengarahkan opini khalayak
dengan cara memilih kata-kata tertentu yang dapat membentuk opini yang paling sesuai dengan
keinginan pembuat berita.
4
Kesimpulan
Idealnya media massa seharusnya menyediakan informasi yang jujur dan menyajikan informasi
seluas-luasnya menyangkut apa yang harus diketahui oleh masyarakat. Berita seharusnya ditulis apa
adanya sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan, tidak dicampuri oleh kepentingan seseorang atau
kelompok sehingga mengakibatkan perubahan makna berita. Namun dalam kenyataannya dewasa ini,
sangat sulit menilai kenetralan sebuah media, media cenderung dianggap tidak netral dalam menyajikan
berita karena perbedaan makna yang mencolok antara media satu dengan lainnya dalam membawakan
berita yang sama. Media saat ini diyakini selalu berupaya memproduksi realitas media yang paling
menunjang kepentingannya dalam hal teknis, ekonomis, maupun ideologis bukannya menyajikan berita
yang paling mendekati realitas aslinya.
Media massa selalu digambarkan melakukan penyajian realitas yang sudah diatur atau dipesan
sebelumnya sehingga tidak mencerminkan realita sesungguhnya. Keterbatasan ruang dan waktu juga
berperan dalam perilaku media untuk memangkas realitas berdasarkan prinsip nilai berita, maka berita
jarang disampaikan secara utuh melainkan hanya mencakup hal-hal yang diyakini akan menarik saja,
dalam kata lain media hanya memproduksi berita yang laku dijual dan membuang bagian dari fakta
yang akan dianggap membosankan atau merugikan media sebagai pembuat berita, atau merugikan
segelintir orang.
Daftar Pustaka
Arintowati, Hartono. 2002. Aktivitas Komunikasi dan Pembentukan Realitas Sosial. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta
Hamad, Ibnu. 2001. Kekuatan Media dalam Membentuk Realitas Sosial. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Samuel, Hanneman. 1993. Perspektif Sosiologis Peter Berger. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Severin, J. Wener. & James W Tankard, Jr. 2005. Teori Komunikasi Edisi 5. Prenada Media. Jakarta.


EmoticonEmoticon