Pasal-pasal dalam Konvensi Jenewa berkaitan dengan Kekerasan Terhadap Perempuan

Konvensi Jenewa adalah serangkaian perjanjian internasional yang ditetapkan di Jenewa, Swiss, yang bertujuan untuk mengatur hukum dan standar perlindungan dalam berbagai situasi, terutama dalam konteks konflik bersenjata, perang, dan perlindungan korban perang. Konvensi Jenewa pertama kali disusun setelah Perang Dunia II pada tahun 1949, dan kemudian direvisi pada tahun 1977. Ada empat Konvensi Jenewa yang utama, yaitu:

Konvensi Jenewa tentang Penanganan Terluka dan Sakit Perang (First Geneva Convention): Membahas perlindungan dan perawatan terhadap personel militer yang terluka atau jatuh sakit di medan perang.

Konvensi Jenewa tentang Perlakuan Terhadap Tahanan Perang (Second Geneva Convention): Memberikan perlindungan terhadap tahanan perang, termasuk hak-hak dasar mereka dan kondisi perlakuan yang manusiawi.

Konvensi Jenewa tentang Perlindungan Sipil pada Waktu Perang (Third Geneva Convention): Menetapkan prinsip perlindungan sipil pada saat konflik bersenjata, termasuk perlindungan terhadap populasi sipil, non-kombatan, dan orang-orang yang tidak aktif dalam konflik.

Konvensi Jenewa tentang Perlindungan Penduduk Sipil pada Waktu Perang (Fourth Geneva Convention): Menetapkan perlindungan tambahan untuk populasi sipil yang terpengaruh oleh konflik bersenjata, termasuk perlindungan terhadap pengusiran paksa, perlakuan manusiawi, dan hak-hak asasi manusia.

Selain keempat konvensi utama tersebut, ada juga protokol tambahan dan perjanjian lainnya yang berhubungan dengan Konvensi Jenewa untuk mengatasi aspek-aspek khusus dari hukum konflik bersenjata dan perlindungan korban perang. Konvensi Jenewa merupakan bagian penting dari hukum kemanusiaan internasional dan menjadi landasan bagi norma-norma perilaku selama konflik bersenjata.

Selain Konvensi Jenewa yang utama, ada juga beberapa Protokol Tambahan yang menguatkan dan melengkapi perlindungan yang diberikan oleh Konvensi Jenewa. Berikut adalah protokol tambahan yang paling terkenal:

Protokol Tambahan untuk Konvensi Jenewa Pertama tentang Perlindungan Korban Internasional (Protocol I): Protokol ini, disahkan pada tahun 1977, menyediakan perlindungan tambahan bagi korban konflik bersenjata internasional. Ini mengatur aturan tentang perlindungan populasi sipil, perlakuan terhadap tahanan perang, dan prinsip-prinsip dasar dalam konflik bersenjata.

Protokol Tambahan untuk Konvensi Jenewa Kedua tentang Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Non-Internasional (Protocol II): Protokol ini juga disahkan pada tahun 1977, dan memberikan perlindungan tambahan bagi populasi sipil dalam konflik bersenjata yang tidak bersifat internasional, seperti konflik internal atau pemberontakan bersenjata.

Protokol Tambahan untuk Konvensi Jenewa Ketiga tentang Perlindungan Korban Konflik Bersenjata yang Memiliki Karakter Internasional yang Tidak Terkendali (Protocol III): Protokol ini, disahkan pada tahun 2005, bertujuan untuk melindungi personel militer yang terlibat dalam misi perdamaian dan bantuan kemanusiaan yang diatur oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dari serangan yang tidak dapat diantisipasi.

Selain protokol tambahan ini, ada juga beberapa perjanjian lain yang terkait dengan Konvensi Jenewa atau hukum perang secara umum, yang memberikan pedoman tambahan dalam perlindungan korban perang dan norma-norma perilaku dalam konflik bersenjata.


A. Pasal-pasal dalam Konvensi Jenewa berkaitan dengan Kekerasan Terhadap Perempuan

Konvensi I
Pasal 12: "Korban perang yang terluka, sakit, atau kapal terbang jatuh, walaupun mereka adalah musuh, akan dirawat." Meskipun tidak secara khusus menyebutkan perempuan, pasal ini menegaskan prinsip perlindungan terhadap semua korban perang yang membutuhkan perawatan medis, termasuk perempuan.

Pasal 14: "Badan Palang Merah atau Palang Bulan Nasional akan menawarkan bantuan kepada pihak yang bertikai untuk mendapatkan informasi mengenai korban perang yang terluka, sakit, atau kapal terbang jatuh dan untuk mengirimkan pesan-pesan mereka." Prinsip ini juga berlaku untuk perempuan yang menjadi korban konflik bersenjata.

Pasal 15: "Setiap tentara yang terluka atau sakit yang telah memasuki wilayah musuh yang dijadikan tempat penampungan atau di wilayah musuh lainnya akan diizinkan untuk tetap berada di sana." Ini menetapkan hak individu yang terluka atau sakit, termasuk perempuan, untuk menerima perlindungan dan perawatan medis yang diperlukan di wilayah penampungan, tanpa diskriminasi.

Konvensi II
Pasal 3: Pasal ini menetapkan bahwa "pihak yang bertikai dalam konflik bersenjata non-internasional harus menghormati dan memperlakukan dengan manusiawi individu yang tidak mengambil bagian secara langsung dalam pertempuran." Ini mencakup perlindungan terhadap perempuan sebagai warga sipil dalam konteks konflik bersenjata non-internasional.

Pasal 4: Pasal ini menetapkan bahwa "pihak yang bertikai harus menghormati dan memperlakukan dengan manusiawi para tahanan perang." Meskipun tidak secara khusus menyebutkan perempuan, prinsip ini juga berlaku untuk perlindungan terhadap perempuan yang menjadi tahanan perang.

Pasal 5: Pasal ini menetapkan bahwa "para tahanan perang harus dilindungi dari perlakuan yang merendahkan martabat mereka dan dari kekerasan, intimidasi, dan perlakuan yang tidak manusiawi." Ini juga mencakup perlindungan terhadap perempuan yang menjadi tahanan perang dari segala bentuk kekerasan atau perlakuan yang tidak manusiawi.


Konvensi III
Pasal 12: Pasal ini menetapkan bahwa "para perempuan akan diberikan perlakuan khusus dengan hormat, dan mereka harus dijaga, terlepas dari mereka berkebangsaan atau kebangsaan yang diduduki." Ini menekankan perlunya perlindungan khusus untuk perempuan dalam situasi konflik bersenjata.

Pasal 16: Pasal ini menyebutkan bahwa "setiap orang akan diizinkan untuk memanfaatkan bantuan yang diberikan dari luar negara untuk tujuan kemanusiaan." Ini mencakup perempuan sebagai bagian dari populasi sipil yang berhak menerima bantuan kemanusiaan.

Pasal 17: Pasal ini menetapkan bahwa "badan Palang Merah atau Palang Bulan Nasional akan terus bekerja dalam kemanusiaan dan tanpa pilih kasih." Ini menegaskan prinsip non-diskriminasi dalam memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk terhadap perempuan yang menjadi korban konflik bersenjata.

Pasal 38: Pasal ini menetapkan bahwa "rumah sakit sipil, perlengkapan medis, dan personel medis sipil harus dihormati dan dilindungi." Ini mencakup perlindungan terhadap fasilitas medis yang penting untuk perempuan yang membutuhkan perawatan medis akibat konflik bersenjata.


Konvensi IV
Pasal 14: Pasal ini menetapkan bahwa "negara-negara pihak harus menghormati dan memperlakukan dengan manusiawi, tanpa pengecualian, populasi sipil yang berada di wilayah yang diduduki." Ini menegaskan perlunya perlindungan manusiawi terhadap perempuan yang menjadi bagian dari populasi sipil di wilayah yang terkena dampak konflik bersenjata.

Pasal 16: Pasal ini menetapkan bahwa "negara-negara pihak harus memberikan perlindungan dan perawatan khusus bagi ibu hamil, dan perempuan lain yang melahirkan, baik mereka adalah penduduk wilayah pendudukan atau warga sipil lainnya." Ini menekankan perlunya perlindungan tambahan untuk perempuan yang rentan, seperti ibu hamil dan perempuan yang melahirkan, dalam situasi konflik.

Pasal 27: Pasal ini menetapkan bahwa "penghancuran atau penghilangan paksa, sebagian atau seluruhnya, dari penduduk sipil yang tidak dikecualikan secara khusus oleh hukum perang, di wilayah yang diduduki, adalah dilarang." Ini menegaskan larangan terhadap pengusiran paksa, yang dapat mengakibatkan perempuan menjadi rentan terhadap kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

Pasal 33: Pasal ini menetapkan bahwa "tidak boleh ada hukuman kolektif, penghukuman yang mencolok, ancaman atau intimidasi, dan penyiksaan fisik atau mental atau perlakuan yang tidak manusiawi atau merendahkan martabat terhadap populasi sipil yang terkena dampak konflik bersenjata." Ini mencakup perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kekerasan atau perlakuan yang tidak manusiawi.


Protocol I

Pasal 14: Pasal ini menegaskan perlindungan terhadap warga sipil, termasuk perempuan, dengan mengatur bahwa "warga sipil harus dihormati dan dilindungi." Ini mencakup perlindungan terhadap perempuan sebagai bagian dari populasi sipil yang terpengaruh oleh konflik bersenjata.

Pasal 17: Pasal ini menetapkan bahwa "tidak boleh ada serangan terhadap warga sipil, atau serangan yang secara tidak terduga menimbulkan korban di antara warga sipil." Ini menegaskan perlindungan terhadap perempuan sebagai warga sipil dari serangan langsung atau tidak langsung.

Pasal 76: Pasal ini mengatur perlindungan khusus bagi perempuan, anak-anak, orang tua, dan warga sipil lainnya yang membutuhkan perlindungan khusus dan perhatian. Ini menekankan perlunya perlindungan tambahan untuk perempuan dalam situasi konflik bersenjata.

Pasal 85: Pasal ini menegaskan larangan terhadap penyiksaan, perlakuan yang tidak manusiawi, atau perlakuan yang merendahkan martabat terhadap individu yang berada di bawah kendali atau dalam kekuasaan pihak yang bertikai. Ini mencakup perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kekerasan atau perlakuan yang tidak manusiawi.


Protocol II

Pasal 4: Pasal ini menetapkan bahwa "orang-orang yang tidak langsung terlibat dalam pertempuran, termasuk perempuan, harus dihormati dan dilindungi." Ini menegaskan perlindungan terhadap perempuan sebagai bagian dari populasi sipil dalam konflik bersenjata non-internasional.

Pasal 5: Pasal ini mengatur perlindungan khusus bagi wanita dan anak-anak, dengan menekankan perlunya memberikan perawatan khusus bagi mereka serta menghormati dan memperhatikan kebutuhan khusus mereka. Ini menegaskan perlindungan khusus terhadap perempuan dalam situasi konflik bersenjata non-internasional.

Pasal 13: Pasal ini menetapkan larangan terhadap penyiksaan, perlakuan yang tidak manusiawi, dan hukuman yang tidak manusiawi terhadap semua orang yang berada di bawah kendali atau dalam kekuasaan pihak yang bertikai. Ini mencakup perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kekerasan atau perlakuan yang tidak manusiawi.

Pasal 14: Pasal ini menetapkan bahwa "perempuan harus dilindungi terhadap pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, kehamilan paksa, dan setiap tindakan kekerasan seksual." Ini menegaskan larangan terhadap kekerasan seksual terhadap perempuan dalam konteks konflik bersenjata non-internasional.


Protocol III

Pasal 3: Pasal ini menetapkan bahwa "personel militer yang tidak berpartisipasi langsung dalam serangan bersenjata, termasuk perempuan, harus dihormati dan dilindungi." Ini menegaskan perlindungan terhadap perempuan sebagai bagian dari personel militer yang tidak aktif secara langsung dalam pertempuran.

Pasal 4: Pasal ini menetapkan bahwa "personel militer yang terluka, sakit, atau terdapat dalam keadaan cacat, termasuk perempuan, harus dihormati, dilindungi, dan diberikan perawatan." Ini menegaskan hak perempuan yang menjadi personel militer untuk menerima perlindungan dan perawatan medis yang sesuai.

Pasal 5: Pasal ini mengatur bahwa "personel militer yang terluka, sakit, atau terdapat dalam keadaan cacat, termasuk perempuan, tidak boleh disiksa, dipermalukan, atau diperlakukan dengan tidak manusiawi." Ini melarang segala bentuk kekerasan atau perlakuan yang tidak manusiawi terhadap perempuan yang terluka atau sakit dalam konteks misi perdamaian atau bantuan kemanusiaan.

Pasal 7: Pasal ini menetapkan bahwa "personel militer yang tidak berpartisipasi langsung dalam serangan bersenjata, termasuk perempuan, tidak boleh dijadikan sasaran serangan." Ini menegaskan perlindungan terhadap perempuan sebagai bagian dari personel militer yang tidak aktif secara langsung dalam pertempuran.


B. Pasal-pasal dalam Konvensi Jenewa berkaitan dengan Kekerasan Terhadap Perempuan di Konflik Sudan Selatan

Konvensi III

Pasal 12
"1. Perempuan akan diberikan perlakuan khusus dengan hormat, dan mereka harus dijaga, terlepas dari mereka berkebangsaan atau kebangsaan yang diduduki.

Kehamilan perempuan dan persalinannya harus diberikan perawatan yang sesuai dengan standar medis yang diterima pada waktu ini oleh masyarakat sipil di negara yang terkena dampak konflik bersenjata.

Setiap perempuan yang melahirkan dan bayinya akan diberikan perlakuan yang sesuai dengan kondisi medis mereka yang memenuhi syarat dan, terlepas dari itu, mereka akan diberikan perlakuan yang sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan keadaan mereka."

Pasal ini menegaskan perlunya perlindungan khusus dan perawatan yang sesuai bagi perempuan dan bayi-bayi mereka dalam situasi konflik bersenjata. Ini mencakup hak perempuan untuk menerima perawatan medis yang layak selama kehamilan dan persalinan, serta perlindungan dari perlakuan yang tidak manusiawi atau merendahkan martabat mereka.


Pasal 16
"1. Wanita akan diberikan perlakuan khusus dengan hormat, dan mereka harus dijaga, terlepas dari mereka berkebangsaan atau kebangsaan yang diduduki."

"2. Badan Palang Merah Internasional, Badan Palang Bulan Internasional, dan Komisi Internasional Palang Merah dan Palang Bulan (ICRC) akan memiliki hak untuk menawarkan bantuan dan melakukan tindakan yang mereka anggap perlu di wilayah pendudukan dan di negara yang menempatkan warga sipil mereka, tanpa syarat apa pun."

Pasal ini menegaskan perlunya perlindungan khusus bagi perempuan dalam situasi konflik bersenjata dan memberikan hak kepada badan-badan kemanusiaan internasional untuk memberikan bantuan dan perlindungan kepada mereka, tanpa syarat apa pun.


Pasal 17
"A. Warga sipil harus diperlakukan dengan baik oleh pihak-pihak yang bertikai, tanpa kecuali. Mereka harus dilindungi terhadap segala bentuk kekerasan, intimidasi, atau perlakuan yang merendahkan martabat mereka. Mereka harus diberi perlakuan yang sama terlepas dari jenis kelamin, usia, ras, warna kulit, agama, keyakinan, atau ideologi politik mereka."

"B. Perlindungan yang sama harus diberikan kepada warga sipil yang tidak berkebangsaan atau yang tidak dapat, karena alasan yang diakui oleh hukum perang, memberikan izin yang jelas bahwa mereka ingin menerima perlindungan dari negara lain."

"C. Warga sipil yang berada di bawah kendali pihak yang bertikai atau di wilayah yang diduduki tidak boleh dipaksa untuk memberikan bantuan yang tidak terkait dengan kebutuhan perang yang penting bagi penduduk tersebut atau untuk keluar dari wilayah mereka sendiri."

Pasal ini menekankan perlunya perlakuan yang adil dan perlindungan terhadap warga sipil dalam konflik bersenjata, tanpa membedakan jenis kelamin, usia, atau faktor lainnya. Ini mencakup larangan terhadap segala bentuk kekerasan, intimidasi, atau perlakuan yang merendahkan martabat warga sipil.


Pasal 38
"1. Rumah sakit sipil, perlengkapan medis, dan personel medis sipil harus dihormati dan dilindungi."

"2. Para pihak dalam konflik bersenjata akan membuat upaya semaksimal mungkin untuk memberikan perlindungan dan memfasilitasi tugas medis sipil. Mereka diizinkan untuk melakukan pemindahan penduduk sipil dan personel medis, dan fasilitas medis yang diperlukan untuk memberikan perawatan medis, ke tempat yang aman, terkecuali dalam kasus keadaan tertentu ketika keamanan pasukan yang berjuang terbuka terhadap bahaya."

"3. Terkecuali atas keperluan medis mendesak, tidak ada perlengkapan medis yang boleh disita, kecuali jika dan selama mereka direbut untuk kepentingan tentara reguler yang sedang berjuang."

"4. Terkecuali atas kebutuhan militer mendesak, tidak ada rumah sakit sipil yang boleh disita, kecuali jika dan selama mereka direbut untuk kepentingan tentara reguler yang sedang berjuang."

Pasal ini menekankan perlunya menghormati dan melindungi rumah sakit sipil, perlengkapan medis, dan personel medis sipil dalam konteks konflik bersenjata, serta pentingnya memfasilitasi tugas medis sipil untuk memberikan perawatan medis yang diperlukan kepada populasi sipil yang terdampak konflik.


Konvensi IV

Pasal 14
"1. Pihak yang bertikai tidak boleh memaksa penduduk sipil dari wilayah yang diduduki untuk meninggalkan wilayah tersebut kecuali karena alasan keamanan yang jelas atau untuk alasan perlindungan sipil yang diperlukan oleh keadaan militer. Jika penduduk sipil dipindahkan, semua tindakan harus dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan penduduk tersebut dan harus dilakukan dengan aman."

"2. Pengusiran penduduk sipil, perpindahan penduduk sipil, evakuasi, dan pengungsian yang dilakukan di bawah syarat-syarat yang tidak sesuai dengan hukum internasional yang berlaku tidak diizinkan."

"3. Setiap tindakan apapun terhadap penduduk sipil di wilayah yang diduduki untuk pengusiran atau perpindahan penduduk sipil harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Konvensi Jenewa Keempat ini."

Pasal ini menegaskan larangan terhadap pengusiran paksa penduduk sipil dari wilayah yang diduduki, kecuali dalam keadaan tertentu yang ditetapkan untuk alasan keamanan atau perlindungan sipil yang diperlukan oleh keadaan militer. Ini juga menetapkan bahwa jika pengusiran penduduk sipil diperlukan, harus dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan mereka dan harus dilakukan dengan cara yang aman, serta tidak boleh bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku.


Pasal 16
"1. Perlindungan sipil harus diberikan kepada semua orang sipil dan mereka yang tidak lagi aktif dalam pertempuran, yang terdapat di wilayah yang terkena dampak konflik bersenjata. Mereka harus dihormati dan dilindungi.

Tidak boleh ada diskriminasi dalam memberikan bantuan kemanusiaan yang diperlukan oleh populasi sipil.

Pihak-pihak dalam konflik bersenjata harus memungkinkan dan memfasilitasi pertolongan kemanusiaan yang tidak memihak yang diperlukan untuk populasi sipil yang terkena dampak konflik bersenjata, dengan mempertimbangkan kewajiban mereka di bawah hukum internasional kemanusiaan dan hukum hak asasi manusia yang relevan."


Pasal 27
"1. Negara-negara Pihak akan menghormati dan melindungi orang-orang yang tidak lagi berpartisipasi secara langsung dalam pertempuran, serta mereka yang telah kehilangan hak untuk berperang dengan tidak bersalah, terlepas dari apakah mereka telah menyerahkan diri atau ditangkap, tanpa keberpihakan yang tidak beralasan yang akan memberikan perlakuan yang tidak adil atau kerugian."

"2. Perlindungan ini juga berlaku bagi mereka yang ditahan atas alasan pengawalan mereka yang dianggap membahayakan keamanan negara atau selama proses peradilan kriminal."

"3. Negara-negara Pihak harus memperlakukan mereka dengan manusiawi dalam segala hal yang berhubungan dengan agama, kebangsaan, kerohanian, dan persahabatan mereka."

Pasal ini menekankan perlunya perlindungan dan perlakuan manusiawi terhadap individu yang tidak lagi terlibat langsung dalam pertempuran atau yang telah menyerah, termasuk perempuan, tahanan perang, dan mereka yang ditahan atas alasan keamanan negara atau dalam proses peradilan kriminal. Ini menegaskan hak mereka untuk diperlakukan dengan hormat dan tanpa diskriminasi.


Pasal 33
"Perlindungan sipil"
"1. Perlindungan harus diberikan kepada penduduk sipil terhadap risiko dan konsekuensi dari operasi militer."
"2. Pasukan tempur tidak boleh menyerang wilayah sipil, atau wilayah yang tidak dihuni atau yang tidak bersenjata, tanpa alasan yang jelas militer."
"3. Serangan terhadap wilayah sipil, atau wilayah yang tidak dihuni atau yang tidak bersenjata, tidak boleh dilakukan secara sembrono. Serangan harus ditujukan hanya terhadap sasaran militer."
"4. Serangan terhadap warga sipil yang tidak terlibat langsung dalam operasi militer, termasuk serangan terhadap pasukan yang menyerah, harus dilarang."
"5. Serangan terhadap pasukan yang menyerah harus dilarang."
"6. Serangan terhadap wilayah sipil dengan maksud untuk mengusir penduduk sipil, penggunaan warga sipil sebagai perisai manusia, atau penghancuran wilayah yang secara ekstensif merusaknya atau tidak memberikan manfaat militer yang jelas, harus dilarang."

Pasal ini menegaskan perlunya perlindungan terhadap penduduk sipil dalam waktu perang dan melarang serangan terhadap wilayah sipil dan penduduk sipil yang tidak terlibat dalam operasi militer. Ini menunjukkan komitmen untuk mencegah tindakan kekerasan atau perlakuan yang tidak manusiawi terhadap populasi sipil dalam konflik bersenjata.


Protocol II

Pasal 4
Protokol Tambahan II untuk Konvensi Jenewa memiliki beberapa ayat dalam Pasal 4. Berikut adalah bunyi ayat-ayat tersebut:

Ayat 1:
"Semua orang yang tidak secara langsung terlibat dalam pertempuran dan yang dipisahkan dari pihak yang bertikai karena suatu alasan, termasuk penduduk wilayah yang diduduki, akan dihormati, terlepas dari alasan apapun."

Ayat 2:
"Tanpa merugikan ketentuan-ketentuan khusus yang diatur dalam Protokol ini dan di Protokol III mengenai perlindungan korban konflik bersenjata non-internasional, penduduk sipil, selama masa konflik bersenjata dan dalam semua kasus, dilindungi terhadap tindakan kekerasan, penjarahan dan setiap tindakan lain yang melanggar kebebasan pribadi mereka."

Ayat 3:
"Orang-orang yang dipindahkan dari wilayah mereka harus dilindungi terhadap tindakan kekerasan, tanpa kehilangan hak untuk kembali ke rumah mereka begitu masa konflik bersenjata berakhir."

Ayat 4:
"Jika itu adalah kebijaksanaan militer yang diperlukan, dan terlepas dari pasal 3, semua orang yang dipindahkan sebagai hasil dari pertempuran akan diizinkan untuk kembali ke rumah mereka segera setelah situasinya memungkinkan untuk itu."

Ayat 5:
"Pihak yang bertikai akan memperlakukan orang-orang yang dipindahkan dengan baik dalam semua hal, dalam segala keadaan, terhadap kesejahteraan dan hak asasi mereka, dan dalam segala hal yang sama dengan penduduk wilayah lainnya."


Pasal 5
"1. Setiap orang yang tidak terlibat secara langsung dalam pertempuran dan yang telah dipisahkan dari pihak yang bertikai, termasuk penduduk di wilayah yang diduduki, akan dihormati, terlepas dari alasan apapun."

"2. Tanpa merugikan ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik yang terdapat dalam Protokol ini dan di dalam hukum internasional umum, penduduk sipil harus dilindungi dari tindakan kekerasan, dari penjarahan, dan dari setiap bentuk pelanggaran atas kebebasan pribadi."

"3. Wanita akan diberikan perlakuan khusus dengan hormat dan akan dilindungi terhadap pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, kehamilan paksa, serta segala bentuk kekerasan seksual lainnya. Tindakan-tindakan semacam itu dianggap sebagai pelanggaran serius, dan merupakan bagian dari kejahatan perang; mereka yang melakukan atau memerintahkan untuk dilakukan harus diadili."


Pasal 13
"1. Tahanan perang harus dihormati dan dilindungi.

Mereka akan diizinkan menerima bantuan makanan, pakaian, dan perawatan medis yang diperlukan, serta mengirim dan menerima surat. Itu akan diizinkan untuk beragama menurut keyakinan mereka dan akan diizinkan untuk menerima kunjungan."
Pasal ini menegaskan perlunya perlakuan yang manusiawi terhadap tahanan perang dalam konteks konflik bersenjata non-internasional, tanpa membedakan gender. Ini mencakup hak-hak dasar seperti menerima bantuan makanan, pakaian, dan perawatan medis yang diperlukan, serta hak untuk beragama dan menerima kunjungan. Meskipun tidak secara spesifik menyebutkan perempuan, prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pasal 13 juga berlaku untuk perlindungan terhadap perempuan yang menjadi tahanan perang.


Pasal 14
"1. Para perempuan harus diberi perlakuan khusus dengan hormat dan dilindungi terhadap pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, kehamilan paksa, serta tindakan kekerasan seksual lainnya.

Tindakan-tindakan yang tercantum di dalam ayat 1 dianggap sebagai tindakan yang melanggar hukum perang dan pelaku-pelakunya akan dianggap bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan tersebut."
Pasal ini menegaskan perlunya perlindungan khusus terhadap perempuan dalam situasi konflik bersenjata non-internasional dan mengecam segala bentuk kekerasan seksual terhadap mereka sebagai kejahatan perang.

Diposting pada: 27 Maret 2024

  • Klik pada Gambar untuk Memperjelas/Memperbesar Tampilan.
  • Sampaikan ke HR/Interviewer bahwa Mendapat Informasi dari www.NesiaNet.id
  • Ada Error/Kesalahan? Atau Punya Pertanyaan? Silahkan DM Kami di Instagram @NesiaNet.id atau WA 0822-9797-8626
  • Silahkan Copy Link Berikut Lalu Bagikan/Berikan ke Teman/Tetangga/Saudara yang Membutuhkan Info Ini, Link: https://www.nesianet.id/2024/03/pasal-pasal-dalam-konvensi-jenewa.html