Apa itu takdir? Apakah bisa diubah? Pertanyaan tentang takdir sebenarnya muncul karena eksistensi manusia dibatasi-dilingkupi dan membutuhkan waktu serta keterbatasan akal manusia untuk memahami "diluar waktu" sehingga muncul keingintahuan bagaimana itu Tuhan (Allah) yang tidak terikat/tidak berada dalam waktu.
Pada zaman Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihiwasallam, diskusi tentang takdir tidak dilakukan karena merupakan hal yang tabu serta karena penyerahan diri Nabi serta para sahabat yang tinggi kepada Allah menjadikan mereka tidak disibukkan memikirkan soal takdir.
Namun, seiring berjalannya waktu, sepeninggal Rasulullah mulai ada yang menjadikan takdir sebagai tameng atas perbuatannya, menyatakan bahwa bagaimanapun cara Ia merebut kekuasaan, itu tentunya sudah ditakdirkan Tuhan. Maka merekalah sejak saat itu muncullah tiga golongan umat Islam, salah satunya yang meyakini dan mengkampanyekan bahwa semua tindakan manusia sudah diatur dan Allah yang menginginkan terjadinya sedemikian rupa sehingga melegitimasi seluruh tindakan pemerintahan masa itu. Lalu opposan/pihak opoisisi mengatakan sebaliknya bahwa tidak ada yang namanya Allah sudah mengatur, tindakan manusia itu dari manusia sendiri (jadi golongan ini mengingkari adanya takdir). Dan sisanya memilih netral atau diam.
Disini saya akan menjelaskan secara singkat, gagasan yang saya ajukan tentang konsep takdir dan waktu, hasil dari ilmu yang saya timba selama ini. Saya berpendapat bahwa umat Islam terpecah dalam perkara takdir ini, sebenarnya bukan karena ketidaktahuan, karena sudah tentu generai umat Islam sebelum kita sekarang, lebih memahami agama dari pada kita, jadi mereka bukannya keliru/bodoh, namun karena kepentingan dan keharusan mereka harus bersikap seperti itu.
Saya juga tidak mengomentari siapa yang benar, sekali lagi saya mengatakan bahwa setiap golongan awal yang saya singgung tadi, masing-masing punya landasan kuat dan kepentingan serta niat yang bagus, hanya saja karena perbedaan, jadi mereka menyuarakan salah satu pendapat yang teguh dipegang sesuai kepentingan golongannya, jadi muncullah golongan yang berlindung/membuat takdir sebagai tameng, lalu pihak oposisi yang tidak terima takdir dipahami sedemikian lalu menyuarakan sebaliknya, dan golongan ketiga yang netral atau diam.
Lalu kita beranjak ke generasi muslim sekarang, seperti yang saya singgung tadi, karena terjadi "penurunan" pemahaman atau kecerdasan dan kualitas agama seiring zaman yang terjadi pada umat Islam, maka saat ini yang sudah ribuan tahun setelah Rasul wafat, menjadi perlu untuk menyodorkan dan menjelaskan soal takdir ini.
Saya menggunakan konsep Waktu dalam menjelaskan tentang Takdir sesuai yang saya pahami.
Setelah terjadi perpecahan tiga golongan yang saya sebut sebelumnya, dimana sebenarnya mereka semua sebenarnya secara hakikat paham betul soal takdir, namun karena kepentingan jadi harus terjadi seperti itu. Namun kerugiannya, hal itu terus berlanjut hingga sekarang, dan sudah tentu pendapat umat sekarang ini soal takdir, sudah tidak dilandaskan pada hal yang membuat awal perbedaan muncul, namun karena sudah meyakini dan memilih konsep takdir mana yang kita anggap benar. Maka saya membuat tulisan ini.
Pendapat saya, takdir adalah skenario Allah akan segala sesuatu yang akan terjadi. Jika kita menggunakan perspektif "Waktu Manusiawi" maka kurang lebih seperti ini:
1. Pada mulanya sebelum Allah menciptakan manusia, Allah sudah rampung menentukan dan sudah ditulis, semua yang akan terjadi sampai hari kiamat.
2. Lalu Allah menciptakan manusia dan seluruh yang diperlukan untuk menunjan kehidupan manusia, dan seluruh yang ditulis Allah terjadi persis.
padahal yang terjadi menurut saya adalah, tidak ada "mulanya". Allah tidak terkait waktu, Allah tidak punya awal, kemudian, tidak punya tadi, kemarin, nanti, besok. Jadi saat Allah menulis apa yang terjadi, bukan berarti Allah diktator sudah menentukan semua yang akan terjadi, sudah menentukan siapa penghuni neraka-surga, dan sebagainya. Namun, Allah sudah tahu, Allah sudah memberikan kebebasan pada manusia, namun Allah sudah tahu persis apa yang akan kita - manusia lakukan sampai akhir hayat. Jadi kita melakukan hal baik dan buruk dari kita sendiri dengan kekuatan dan persetujuan Allah.
Ada yang berpendapat bahwa sebelum manusia diciptakan, Allah mengadakan simulasi apa yang akan terjadi, dan menulis semua hal tersebut. Lalu terjadilah sesuai waktu itu. Saya menganggap itu keliru, karena, Simulasi itu tidak melakukan persis seperti aktivitas/kegiatan utama/aslinya. Pasti ada yang beda antara simulasi dan kegiatan/acara asli, sedangkan Allah tidak, Allah benar-benar sudah mengalami melihat seluruh kejadian manusia, bahkan sebelum kita merasa ada, sebelum kehidupan kita kita sadari, sebelum kita ada. Dan Allah menuliskan semua yang akan terjadi, Allah tahu kita akan terjatuh dimana, kapan, sangat persis dan tepat, dan Allah menjadikan kita dapat mengalami hal tersebut. Bukan berarti Allah yang menjadikan kita mengalami hal tersebut. Allah juga menjadikan kita tidak dapat/gagal mengalami suatu hal, tetapi bukan Allah yang menginginkan kita gagal.
Jika kita pahami bahwa Allah tidak mengalami waktu seperti kita, maka secara sederhana jika kita komparasikan dengan nalar waktu kita, Allah sudah ada sebelum waktu ada, sebelum apapun ada, dan Allah masih ada saat semua sudah tidak ada. Maka Allah sudah ada di Neraka yang lengkap dengan seluruh penghuninya sekarang-begitupun surga, padahal kita masih hidup saat ini, masih membaca artikel ini, tapi Allah sudah di sana, sudah memberikan kebahagian surga, atau siksaan neraka. Padahal kita masih di sini. Jika kita memahami ini, maka sudah cukup terang, bahwa takdir adalah pengetahuan Allah khususnya tentang manusia, pengetahuan Allah yang ia tulis, karena tidak semua pengetahuan Allah Allah tulis. Belum lagi, kita menggunakan kata semua, karena kita memiliki keterbatasan lain, sangat banyak keterbatasan kita, selain waktu, kita dibatasi oleh ruang. Sekali lagi, Allah tidak dibatasi oleh apapun, jadi Allah menciptakan kita, menciptakan seluruh kegiatan dan aktivitas kita, menciptakan maksiat kita, menciptakan ibadah kita, menciptakan ketikan artikel ini, menggerakkan jari saya, memberi kekuatan kita untuk berbuat jahat atau baik sesuai keinginan kita, atau mencabut kekuatan kita untuk berbuat jahat atau baik sesuai keinginan kita. Jadi jangan salahkan Allah atas dosa Anda. Allah menjadikan kita melalukan dosa karena kita memang akan melakukannya. Allah menyetujui dan menulis serta memberikan kekuatan sehingga itu terwujud, tetapi itu karena keinginan kita sendiri.
Founder NesiaNet Media Nusantara Berkemajuan.